Minggu, 14 Februari 2016

Lintasan Sepeda Tua

Waktu..
iya, waktu
Waktu telah mengajarkan semuanya. Setiap langkah, setiap hal, maupun lembaran tulisan perasaan tentang kejadian pada satu waktu.
Pengalamanpun tak mau ketinggalan dalam diskusi ini..
Pengalaman..
Iya.. kini kembali teringat.
Tidak lama.. baru beberapa hari.. kesaksianku, dari fakta yang terkuak didepan mataku membuat hati teriris dan membuatku malu dengan alam setelah air mata ini jatuh seketika yang dibalut dengan tangisan alam.
Satu sample kesaksian dalam cerita yang telah ku tetapkan sebagai ambisi review dari sebuah realita.
-/-//--
Kakektua itu..
Tuntutan dari zaman, waktu, serta kondisi internal dan eksternal yang mau tidak mau harus menjejaki pundaknya dalam labirin dusta dunia. Benturan dan hempasan dunia terpahat di matanya..
Kaki yang mulai rapuh, dan nafas yang mulai terhengah dalam seujung jari menemani ambisinya dalam mencari makna hidup dalam keikhlasan mencapai ridho-Nya dengan ayuhan terkulai dalam lamunan sepedanya.
Beban yang dipikul sangatlah besar dalam tuntunan zaman, namun ambisi itu membuyarkan usianya yang sudah amat kusut. Inilah segelintir perjuangan mu..
Bahunya yang mulai membungkuk telah goyah legam terbakar matahari..
Dengan perlahan-lahan betis kecil itu mengayuh plang sepeda dengan sekarung kecil botol-botol bekas untuk kau tukar dengan logam yang jumlahnya hanya cukup untuk menambal ban sepedamu..

Ini benar-benar membuatku terpukul, malu, dan membuat air mata ini jatuh tampa permisi dengan tuannya seakan-akan dunia ini runtuh menimpaku.. ditambah lagi terpintas bayangan dalam labirin pikiran yang menimbulkan sebeban pertanyaan dalam batin lesuh ini.. otak ini mulai mencerminkan bahasa hati "Bagaimana seandainya itu orang tua ku?". Ini semakin membuat deras cucuran air mata ku yang tanpa ikhlas meninggalkan bayangan hati.
Semakin jauh ku jalan, semakin bercucuran air mata yang tidak bisa membohongi diri. Dengan secercah cucuran alam menuangkan air matanya, membuat air mata terbias dengan riuh dan ramainya lamunan dan tangisan alam.
Sampai ke tampat peribadatan, air mata selalu ku hapus dengan tetesannya di pipi yang malu untuk ku tegakkann kepala ini.
Hal itu membuatku runtuh dan rapuh atas kesaksian ku dengan alam yang tak mampu ku bertepuk.
Semakin ku lantunkan do'a, semakin ku runtuh dalam barisan do'a seterusnya.

Terselip do'aku untuk mu khalifah dalam perjuangan berbaris depan dunia-akhrat-Nya.
Allah menyempurnakan kesabaran itu, dan rezekimu akan mendatangimu tanpa sepengetahuan tangan, dan harapanmu. Insya Allah kelak engkau disamping-Nya engkau akan mendapatkan nama yang patut kau sandang melebihi nama terbaik didunia yang diukir dengan tinta emas.

Untuk mulia, tidak perlu membutuhkan jabatan tinggi, harta berlimpah ataupun kekuasaan.Cukup dengan keikhlasan dan kesabaran dalam semua perbuatan yang dijalani.
SEMOGA BERMANFAAT

#Salam semangat para pejuang#
SP 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar