DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI...................................................................................................
i
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A.
Latar belakang................................................................................ 1
B.
Rumusan masalah........................................................................... 2
C.
Tujuan............................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................... 3
BAB III
PENUTUP....................................................................................... 9
A. Kesimpulan
.................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT tidak hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah semata. Dalam
pada itu, manusia juga diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menjaga dan
memelihara kesejahteraan hidupnya di muka bumi. Tugas ini memang tidak mudah,
namun Allah SWT telah membuat sebuah sistem yang berfungsi sebagai pedoman dan
pengantur bagi manusia untuk memelihara kesejahteraan hidupnya di muka bumi.
Sistem ini bernama Din Islam.
Agama Islam
merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sistem ini tidak hanya mengatur tentang
hubungan manusia dengan Allah SWT, atau yang sering disebut hubungan vertikal.
Namun, lebih dari itu agama islam sebagai sebuah sistem juga mengatur hubungan
antar sesama manusia dan seluruh ciptaan Allah SWT, misalnya tumbuhan dan hewan.
Dalam
Islam, hubungan antar sesama manusia(hubungan horizontal) di bahas dalam ilmu
fiqh ( baca : fiqh muamalat ). Contohnya, tentang konsep hak dalam islam. Para
ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefenisikan kata hak . Menurut Ali
al-khafif hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara, sedangkan
Mustafa Ahmad az-Zarqa’ menyatakan bahwa hak dalah suatu kekhususan yang
padanya (hak kekhususan tersebut ) ditetapkan oleh syara’ sebagi suatu
kekuasaan. Adapun perbedaan timbul disebabkan oleh pemahaman mereka dalam
menafsirkan nash–yang berhubungan dengan hak–berlainan.
Pembahasan seputar konsep
hak dalam Islam tidak terlepas dari pembahasan tentang kepemilikan,
ketetapan atau kekuasaan terhadap harta ataupun bukan harta. Dari
pernyataan tersebut timbul dua pertanyaan, pertama apakah benar bahwa hak hanya
terbatas pada kekuasaan, kepemilikan atau kekuasaan terhadap sesuatu? Kedua,
siapakah sebenarnya pemilik dari hak itu sendiri ?
B.
Rumusan Masalah
Adapun hal yang
akan dibahas dalam makalah ini akan kami rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Asal
Usul Hak Dalam Islam?
2. Apa
Pengertian Hak Dalam Islam?
3. Apa Saja Macam – Macam Hak Dalam Islam?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui asal usul hak dalam islam.
2.
Untuk mengetahui pengertian hak dalam islam.
3.
Untuk mengetahui macam-macam hak dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Hak
Manusia memulai penghidupannya secarabermasyarakat dan
belum tumbuh hubungan antara seorang dengan yang lainnya, maka belum ada pula
apa yang kita namakan hak. Setiap
manusia hidup bermasyarakat,bertolong menolong dalam menghadapi berbagai macam
kebutuhanitu, seseorang perlu mencari mencari apa yang dibutuhkannya, dari alam
atau milik orang lain. Dari sinilah timbul pertentangan – pertentangan
kehendak. Maka untuk memelihara kepentingan masing – masing perlu adanya norma
yang mengatur sehingga tidak melanggar hak orang lain.
Fiqih
islam telah menetapkan beberapa tata aturan , beberapa hukum, baik yang
merupakan dasar maupun yang merupakan cabang dengan cara yang sangat sempurna
yang belum pernah dikenal oleh tasyri’- tasyri’ yang lain.
B.
.Pengertian Hak
Hak mempunyai dua makna yang asasi.pertama
“sekumpulan kaidah dan nash yang
mengatur dasar – dasar yang harus di taati dalam hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang,
maupun mengenai harta”.
yang kedua
1 لغيره شخص على يجب
ما او الشئ على السلطة
“kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang
wajib atas seseorang bagi selainnya”.
Maka inilah yang kita maksudkan
diwaktu kita mengatakan ‘Maghsub minhu’ memepunyai
hak meminta kembali hartanya kalau masih utuh atau meminta harganya kalau
barangnya telah rusak. Demikian pula si pembeli mempunyai hak mengembalikan
barang yang dibeli yang ada cacatnya.
Hak-hak bermakna inilah yang menjadi
maudhu’ studi kita sekarang ini
kemudian hak ini mempunyai pengertian yang umum dan masuk kedalam pengertian beberapa hak dan beberapa
macam bagiannya. Hak menurut pengertian umum.
احتصا ص يفرربه السرع سلطة او تكليفا
“Suatu ketentuan yang dengan syara’
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum”
Ini merupakan kekuasaan orang atas
orang. Contohnya seperti hak si penjual menagih harga. Ini merupakan suatu
beban atau yang kedua untuk kemaslahatan yang pertama.
Untuk
menjelaskan takrif ini kita mengatakan bahwa ikhtishash adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya
harta dan melengkapi sulthah, seperti wali dan wakil dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing.[1][1]
Dengan
demikian, keluarga alaqah yang tidak mempunyai ikhtishash, seperti mencari
kayu api, berburu dan pindah daerah yang kita kehendaki tidak dinamakan hak
tetapi apabila seseorang diberikan kepadanya suatu keistimewaan misalnya dalam
berburu, itu boleh dinamakan hak. Dalam hal ini menurut fiqh islam diperlukan
ketetapan-ketetapan syara’ dan persetujuan dari syara’ karena
pandangan-pandangan syara’lah yang menjadi dasar. Maka apa yang dipandang
syara’ sebagai hak, menjadilah hak dan apa yang tak dipandang oleh syara’
menjadi hak, tidaklah dia menjadi hak. Hak ini adakala menjadi sulthah, adakala
menjadi taklif.
1. Sulthah
Sulthah terbagi
menjadi dua yaitu , Sulthah ‘ala
syakshhin atau sulthah ‘ala al nafsi dan Sulthah ‘ala syai-in mu’ayyanin.
Sulthah ‘alan
nafsi, ialah: hak seseorang terhadap jiwa. seperti haqul wilayati ‘alan nafsi, yaitu hak wali
Sulthah ‘ala
syai-in mu’ayyanin adalah seperti hak-hak milkiyah, hak manusia menguasai
sesuatu, seperti hak tamalluk dan hak memanfaatkan suatu benda, hak wilayah
(perwalian) atas harta.
2. Taklif
Taklif adalah orang bertanggung jawab.
Dan taklif ini adakalanya merupakan ahdan
syakhshiyah (tanggungan pribadi), seperti buruh menjalankan tugasnya,
adakalanya ahdah maliyah seperti
membayar hutang. Kedua-duanya dapat dikatakan taklif.
Oleh karena hak
merupakan sulthah dan taklif tempatnya ialah orang dan benda. Yang menjadikan
hak bagi seseorang merupakan kekuasaan baginya terhadap haknya, dan menjadi
taklif atas lainnya.
Takrif hak yang tersebut ini
mencakup segala macam hak madani. Termasuk di dalamnya hak dini, seperti shalat,
shiyam, dan lain-lain. Juga hak adabi seperti
hak taat kepada orang tu, hak taat
kepada suami dan istrinya, termasuk juga hak-hak wilayah ‘ammah dalam
memelihara keamanan, membasmi kemaksiatan menyuruh makruf, mencegah munkar,
jihad dan mengembangkan agama.
Semua itu adakalanya merupakan
sulthah yang dimiliki oleh orang yang memperoleh sulthah dari syara’,
adakalanya merupakan taklif yang harus dilaksakan oleh orang yang dibebani
perbuatan itu.
Dengan penjelasan ini nyatalah bahwa
hak menurut pengertian istilah tidak mencakup benda-benda yang dimiliki yang
tak ada padanya sulthah atau taklif.
Para fuqaha
menyebutkan hak ini sebagai imbangan dari benda atau a’yan, sedang ulama
Hanafiyah menjadikan hak imbang harta. Mereka mengatakan bahwa hak itu bukan
harta (innal haqqa laisa bimalin).[2][2] (Yandi Sofyan Arifin, 2001.
Hal:175)
C. Macam – Macam
Hak Dalam Islam
1. Taqsimul
haqqi
Hak dalam
pengertian yang umum dibagi menjadi dua bagian yang asasi, yaitu: malli dan ghairu mali.
ن والديو
الاعيان كملكية لمال با يتعلق
ما
Mali
ialah: “ sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda
atau hutang-hutang”
Ghairu
mali ialah: seperti hak wali. Hak ghairu mali ini dibagi
menjadi dua, yaitu: Hak syakhsi dan Hak ‘aini.
a. Hak syakhsi
Hak syakhsi adalah
اخر على
لشخص الشرع يقره مطلب
“ Suatu tuntutan yang di tetapkan syara’ dari seseorang
terhadap orang lain”.
Tiap-tiap alaqah syar’iyah antara dua orang, maka salah
seorang berfungsi mukallaf, ia harus melaksanakan sesuatu yang mendatangkan
kemaslahatan bagi yang lain, atau ia harus menghentikan pekerjaannya yang
merugikan orang lain. Dalam istilah fiqh, dinamakan: hak syakhsi. Hak syakhsi ini merupakan iltizam atas orang yang
dibebani pelaksanaannya.
Yang termasuk ‘alaqah ini, adalah
segala macam ‘alaqah yang ditimbulkan oleh akad. Si penjual dinamakan multazim
harus menyerahkan barang dan sipenjual berhak menerima harta, sebagaimana si
musytari menjadi shahibu haqqi dalam menerima barang. Selalu ada timbal balik.
Si penjual dapat dikatakan multazim, yaitu: orang yang harus menyerahkan barang
dan si musytari juga dikatakan multazim, yaitu: orang yang harus menyerahkan
harga.
Termaasuk pula dalam ‘alaqah ini,
adalah yang ditimbulkan oleh perbuatan. Orang yang menimbulkan kemudaratan atas
orang lain menjadi multazim dan harus mengganti kerugian orang tersebut.
Jelasnya, yang mendatangkan kemudaratan dinamakan multazim, dan yang kena
kemudaratan atas si madlrur dinamakan: shihibu haqqisy syakhshi, atau multazam
lahu.
Termasuk juga di dalamnya
alqah-alaqah yang ditetapkan oleh undang-undang (hakim), seperti nafakah
kerabat yang fakir atas karibnya yang kaya. Fakir dalam hal ini dinamakan shahibu syakhshi, sedang si kaya
dinamakan multazim . itulah hubungan
antara hak syakhshi dan iltizam.
b. Hak ‘aini
Hak aini adalah
hak orang dewasa dengan bendanya tanpa di butuhkan orang ke dua. Apabila
‘alaqah itu bukan antara dua orang, yang seorang mustahiq dan seorang lagi mukalaf, tetapi diantara orangdan benda
tertentu dalam arti orang itu mempunyai sulthah langsung terhadap benda itu,
maka alaqah ini dinamakan hak ‘aini,
Macam –
macamnya yaitu seperti hak milkiyah. Dalam hak
milkiyah ini tidaklah diperlukan ada orang, kedua, yang diperlukan orang dan
bendanya. Dari memperhatikan apa yang dikatakan hak syakhshi dan hak ‘aini,
dapat kita simpulkan:
a. Hak ‘aini
memerlukan adanya benda yang tertentu yang dijadikan hak itu. Kalau tidak
tertentu seperti membeli sejumlah makanan yang tidak ditentukan zatnya, gula,
beras dan sebagainya maka menjadi obyek disini di masukkan kedalam bagian
hutang, bukan hak ‘aini.
b. Apabila barang yang dirampas rusak
ditangan si perampas, lalu yang empunya barang menuntut kepada si perampas
harga barang yang dirusakkan, maka si perampas harus membayarnya. Hak yang
demikian dinamakan hak syakhshi.
c. Tidak diperlukan ‘aini atau benda itu
berada berada di tangan orang yang mempunyai hak, yang diperlukan kekuasaannya,
terhadap benda atau barang itu, umpamanya barang wadi’ah yang di tangan si
wadi’, barang yang dirampas yang ada di tangan si perampas, barang yang dicuri
yang ada di tangan si pencuri. Ini semuanya dikatakan hak orang yang punya hak,
walaupun harta itu tidak ada di tangan yang empunya hak.
Bagian-bagian Hak ‘Aini
Yang pertama, mempunyai wujud yang
berdiri sendiri, yang berwujud dengan adanya shahibul haq dan benda tertentu, seperti hak milkiyah, hak irtifaq. Ini semua dikatakan asli.
Yang kedua, thab’i ialah: merupakan jaminan yang ditetapkan untuk seseorang
yang menghutangkan uangnya atas yang berhutang, agar orang menehutangkan uang
itu dapat menerima kembali. Apabila orang yang berhutang itu tak sanggup
membayar, murtahin berhak menahan
barang marhun. Hak ini tidaklah
berdiri sendiri, ia mengikuti hutang lantaran ia hanyamerupakan jaminan, bahwa
hutang itu akan dapat diperoleh kembali. Apabila hutang telah dibayar, atau
dibebaskan dari membayar, maka hak menahan marhum tidak ada lagi. Hak dalam hal
ini dikatakan hak thab’i bukan hak asli.
Hak ‘aini asli membolehkan shahibul
hak menggunakan hak atu memakainya, mengusahakan hasilnya dan bertasharruf
padanya. Apabila hak-hakini terkumpul, maka ia memberi kekuasaan penuh kepada
shahibul haq. Hanya hak-hak yang ketiga ini terdapat pada hak milkiyah.
Disamping hak milkiyah ada beberapa hak yang tidak memungkinkan shahibul haq
merangkul ketiga hak ini, seperti hak
isti’mal, hak intifa’, hak sukna, hak irtifaq.
Hak thab’i, tidak memungkinkan
shahibul haq bertindak sesuka hatinya karena kekuasaannya terbatas. Dia berhak
menjual barang jaminan, apabila si madin tidak sanggup membayar hutang.
Macam-macam hak ‘aini dan hak-hak
yang serupa dengan ‘aini:
1. Haqqul
milkiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah.
2.
Haqqul intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
3. Haqqul
irtifaq ialahak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun
yang lain,yang dimiliki bukan pemilik kebun yang pertama. Haqqul irtifaq
menurut pandangan ahli fiqih masuk dalam milkul manfa’ah. Jelasnya pada
hakikatnya ialah memiliki manfaat dari benda itu atau manfaat yang dikurangi
dari pemilik kebun pertama untuk kepentinga pemilik kebun kedua. Oleh karenanya
menggunakan manfaah ini tidak dibatasi untuk satu waktu atau untuk satu masa,
tetapi terus tetap berlaku selama masih
ada kebun itu,kecuali kalau orang yang mempunyai hak melepaskan haknya dengan
jalan yang dapat dibenarkan syara'.[3][3]
4. Haqqul irtihan
yaitu hak yang diperoleh dari harta gadai.
5.
Haqqul ihtibas (haqqul waqaf ) ialah hak menahan sesuatu
benda.
6. Haqqul qarar (
menetap ) atas tanah wakaf. Yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf adalah :
a. Haq al
hakr yaitu hak menetapdi atas tanah
waqaf yang disewa, untuk waktu yang lama dengan seizin hakim. Ada akad ijarah
dalam waktu yang lama dengan seizin hakim atas tanah wakaf yang tidak sanggup
dikembalikan kedalam keadaan semula.
b. Haq al
ijaratain yaitu hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam waktu yang lama
dengan seizin hakim atas tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan kedalam
keadaan semula.
c. Haq al qadar yaitu hak menambah
bangunan yang dilakukan oleh penyewa.
d. Haq al marshad
yaitu hak mengawasi atau mengontrol (Muhammad Rizwan,
2004. Hal:17)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asal usul timbulnya hak dalam islam itu karena adanya
berbagai macam kebutuhan dan kepentingan.agar tiadak terjadi pertentangan dan
perampasan hak milik seseorang perlu adanya norma / aturan untuk membatasi
kebutuhan manusia tersebut.
Hak milik adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh
syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau sebelum hukum.
Macam – macam hak dalam islamsecara umum ada 2 yaitu hak
mal dan hak ghoiru mal.sedangkan hak ghoirul mal terbagi atas 2 bagian yaitu
syahshi dan hak aini.
B. Saran
Demikianlah makalah ini dapat kami
sampaikan dan tentunya kami pemakalah sebagai manusia biasa yang tak akan luput
dari yang namanya kesalahan,maka saran konstruktif maupun kritik sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Rizwan. 2004. Islam Dalam Warga Negara.
Jakarta: Erlangga.
Yandi
Sofyan Arifin. 2001. Penggunaan Islam
Dalam Masyarakat. Bandung:Sumber Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar